Selasa, 07 April 2015

BUDAYAKAN MEMBACA


Pada umumnya, balita lebih dahulu dapat menyebut dan menirukan kata "mama" ketimbang papa. Kenyataan itulah tampaknya yang mengilhami salah seorang penggagas iklan, untuk memperlihat kekecewaan seorang bapak saat balitanya tetap saja menyuarakan bunyi mama, ketika ia mencontohkan kata papa.
Para orang tua selanjutnya akan mengajari anak mereka nama-nama anggota anggota badan, serta benda-benda yang dekat dengannya. Dalam perkembangan selanjutnya, terutama orang tua terpelajar akan mengajari anak mereka membaca dan menulis, selain tentu saja memberikan berbagai macam-mainan.

Syaifudin (2 tahun), seorang anak balita yang beruntung karena orang tuanya selain terpelajar juga tergolong orang yang berada. Oleh karena itu, sejak dini ia dilatih dan dikenalkan dengan berbagai macam mainan dan gambar-gambar binatang. Reza Hamdani dan Huda, orang tua Syaifudin menyediakan seperangkat alas tulis, kertas buram, dan spidol untuk corat-coret, menggambar, dan menuliskan apa saja. Pikir orang tuanya, ketimbang mencorat-coret tembok rumahnya yang bagus lebih baik anaknya corat-coret di kertas. Tetapi, anak tetap saja anak, sekalipun Syaifudin selalu diawasi pengasuhnya, tetap saja tembok rumah yang bagus itu dipenuhi oleh gambar dan coretan di sana-sini.

Bukan hanya Syaifudin. Kebanyakan balita biasanya tak akan melewatkan kesempatan menggambar, mencorat-coret kertas, buku, atau tembok rumah, manakala mendapat kesempatan untuk itu. Selain memuaskan rasa perasaannya, dengan mencorat-coret, balita dapat mengekspresikan emosi dan pikirannya dan boleh jadi menyalurkan bakat dan minatnya. Dengan ketelatenan dan kesabaran orang tua, kebiasaan corat-coret seorang balita dapat mengantarkannya menjadi seorang pelukis, jika kebetulan sang balita memang memiliki minat dan bakat ke arah itu. Corat-coret yang terarah juga dapat membiasakan anak untuk berkomunikasi, menyampaikan pesan dan ide, bukan melulu secara oral, melainkan melalui gambar atau tulisan.

Menyampaikan ide secara tertulis alias menulis adalah sesuatu yang belum mentradisi di negara kita, Indonesia tercinta. Sejatinya, bangsa Indonesia lebih pandai bertutur ketimbang menulis. Kita bisa dibuat terkagum-kagum oleh kepandaian para mubaligh dalam berolah kata dan berolah suara saat menyampaikan ajaran-ajaran agama. Kita juga bisa terpana mendengar dan menyaksikan kepiawaian para pembaca acara atau presenter saat memandu atau membawakan suatu acara, baik pada siaran langsung maupun di layar kaca.

Sekalipun punya fungsi dan misi yang sama, menyampaikan ide atau pesan, menulis berbeda dengan bertutur. Bertutur bisa dan amat sering dilakukan dengan spontan, dan karena itu sang penutur tak harus terikat dengan berbagai aturan. Cukuplah asal pesan yang disampaikan komunikator dapat diterima komunikannya, pembicaraan dapat berjalan dengan lancar. Lupakan aturan berbahasa dengan baik dan benar adakalanya bahkan persetan dengan berbagai tata aturan kesopanan.

Tidak demikian dengan menulis. Sebelum memutuskan berbahasa dengan baik dan benar, belum apa-apa seorang penulis sudah dihadang dengan berbagai aturan ejaan dan penulisan. Selain itu, karena terdokumentasikan, dalam bahasa tulis kesalahan berbahasa tidaklah bisa disembunyikan. Jika saat bertutur seorang komunikator dapat menggunakan kelebihan penampilan fisiknya untuk menutupi berbagai kelemahannya, hal itu tak dapat dilakukan pada saat menulis. Untuk mengikat pembaca, seorang penulis bukan hanya dituntut memainkan "pena"-nya, tetapi juga harus menawarkan cakrawala berpikir yang tidak sempit. Hal itu hanya biasa diperoleh jika sang penulis adalah orang yang rajin membaca, dapat memahami bacaannya, dan mampu berimajinasi serta mengembangkan berbagai ide dari pesan-pesan yang telah ia rangkum lewat bacaan.

Banyak orang mengetahui manfaat dari membaca, sayangnya, baru sebatas kesadaran, belum meningkat menjadi hobi apalagi sebagai suatu kebutuhan seperti halnya makan dan minum. Minat baca masyarakat kita masih tergolong rendah, bahkan sangat rendah, bila dibandingkan negeri-negeri tetangga, apalagi negara-negara modern. Yang lebih memprihatinkan lagi karena rendahnya minat baca apalagi menulis, justru ditemukan pada lapisan menengah yang lebih terdidik.


Bahkan Alquran mengajarkan kepada kita untuk membaca, "Iqra bismi robbika alladzi khalaq". Tetapi, kalau tidak ada yang dibaca apanya yang harus dibaca? Oleh karena itu, boleh jadi maksud lain dari ayat tersebut secara tersembunyi Allah SWT. mengajarkan kita untuk menuliskan ilmu apa pun yang bermanfaat demi kemaslatan umat manusia pada umumnya.

4 komentar:

  1. Sejak usia berapa anak diajari membaca?

    BalasHapus
  2. bacaan seperti apa yang baik buat anak 2 tahun

    BalasHapus
  3. pemilik blognya mana nih? mau tanya lagi ni

    BalasHapus
  4. Selamat malam mohon maaf baru balas....Ijin bu Eli anak di ajari membaca sejak orang tuanya mau membaca....
    Omm Syaif yang baik bacaan yang bisa di baca...

    BalasHapus